Di dalam ajaran Agama Hindu, Kala merupakan putra Dewa Siwa yang merupakan dewa penguasa waktu. Dewa satu ini kerap kali disimbolkan sebagai rakshasa yang memiliki wajah menyeramkan, bahkan rupanya hampir tidak menyerupai seorang dewa.
Menurut filsafat Hindu, Kala adalah simbol kalau siapa pun tidak bisa melawan hukum karma. Jika sudah waktunya orang akan meninggalkan dunia yang fana, maka kala itu juga Kala akan datang dan menjemputnya.
Kalau orang bersikeras ingin hidup lebih lama dengan kemauannya sendiri, maka Kala akan membinasakannya. Sebabnya Kala memiliki wajah yang menakutkan dan sifatnya memaksa semua orang.
Kelahiran Batara Kala
Di dalam kitab Kala Tattawa, mengisahkan saat Dewa Siwa tengah berjalan-jalan di tepi laut bersama dengan Dewi Uma, ‘Air Mani’ dari Dewa Siwa meneter ke laut karena ia melihat betis dari Dewi Uma yang kainnya tersingkap oleh angin.
Dewa Siwa pun mengajak Dewi Uma untuk berhubungan badan, namun sang Dewi menolaknya karena mengetahui sifat Dewa Siwa yang tidak pantas. Akhirnya mereka pun kembali ke kahyangan.
Air mani dari Dewa Siwa yang menetes sebelumnya ditemukan oleh Dewa Brahma dan Dewa Wisnu. Benih ini diberikan Japa Mantra dan lahirlah Rakshaha yang langsung menanyakan siapakah orang tuanya.
Karena petunjuk yang diberikan oleh sang Dewa, ia pun mengetahui kalau Dewa Brahma dan Dewi Uma adalah orang tuanya.
Dewa Siwa jika ingin mengakui raksasa sebagai anaknya, maka ia memotong taringnya yang panjang agar bisa melihat wujud dari orang tua secara utuh. Setelah syarat itu terpenuhi, Rakshasa bisa melihat wujud dari orang tuanya secara utuh.
Rakshasa pun diberkati dengan gelar Bhatara Kala, dan untuk menghormati hari lahirnya, Dewa Siwa memberikan Anugrah untuk putranya itu, yaitu ia diperbolehkan untuk memakan orang yang terlahir pada hari “Tumpek Wayang”.
Tetapi, sayangnya adik dari Dewa Siwa, Dewa Kumara lahir pada saat Tumpek Wayang. Sesuai dengan anugerah yang Dewa Siwa berikan, Kala boleh memakan adiknya itu. Tetapi Dewa Siwa memohon kepada Kala agar memakan adiknya ketika Kumara sudah dewasa.
Kesempatan tersebut digunakan oleh Siwa untuk menganugerahi Dewa Kumara agar ia selamanya menjadi anak-anak. Tetapi ternyata hal ini diketahui oleh Kala.
Karena sudah tidak sabar, ia pun mengejar Dewa Kumara. Ketika tengah melakukan pengejaran, Kala bertemu dengan Dewa Siwa dan Dewi Uma.
Mereka pun ingin dimakan oleh Kala. Sebelum di makan, Dewa Siwa memberikan teka-teki sebelum Kala memakan mereka. Batas waktu menjawab hanya sampai saat matahari sudah mencondong ke Barat.
Kala tidak bisa menjawab teka-teki yang Dewa-Dewi itu berikan dan matahari sudah menconfong ke arah Barat. Oleh karena itu ia tidak memiliki kesempatan untuk memakan Dewa Siwa dan Dewi Uma.
Karena ia tidak bisa memakan mereka berdua, Kala pun melanjutkan pencariannya untuk bisa memakan Dewa Kumara.
Di tengah pencariannya untuk memakan Dewa Kumara, Kala kelelahan. Ia pun menemukan sesajen yang dihaturkan oleh sang Amangku dalang yang tengah bermain wayang.
Sesajen tersebut dilahap habis oleh Kala karena ia sudah merasa haus dan lapar. Terjadilah dialog antara Sang Amangku Dalang dengan Kala, di mana sang Dalang meminta agar Kala memuntahkan kembali sesajen yang sudah dimakannya.
Karena tidak dapat memenuhi keinginan sang Dalang, Kala pun berjanji tidak akan memakan orang yang lahir di hari Tumpek Wayang kalau sudah menghaturkan sesajen menggelar wayang “Sapu Leger”.
Itulah sedikit bahasan mengenai Batara Kala. Gimana? Jadi lebih mengerti tentang Kala si Dewa dunia bawah?